Jakarta – Gregorius Ronald Tannur (31) dibebaskan dari dakwaan pembunuhan dan penyerangan yang menewaskan seorang wanita Dini Sera Afriyati (29) oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Ronald yang merupakan putra Anggota DPR RI dari Partai PKB, Edward Tannur, belum terbukti secara sah dan jelas melakukan pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan meninggalnya orang tersebut. “Terdakwa belum diketahui identitasnya secara sah dan jelas seperti dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau dakwaan kedua pasal 351 ayat (3) KUHP atau dakwaan ketiga pasal 359 KUHP dan 351 ayat (3). 351). 1) KUHP,” kata Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik.
Hakim mengatakan kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat konsumsi alkohol, bukan karena luka yang diderita terdakwa Ronald Tannur. Selain itu, hakim juga menilai Ronald masih berusaha membantu orang tersebut di saat kritis. Hal ini dibuktikan dengan terdakwa melakukan CPR dan membawa orang tersebut ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Namun keputusannya sudah tepat. Hakim diduga tidak yakin berapa banyak uang yang tersedia. Banyak juga pihak lain yang menilai keputusan ini tidak memenuhi gagasan keadilan terhadap korban.
Atas keputusan tersebut, Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mengajukan gugatan. Sementara itu, Komite Yudisial (KY) akan mengkaji hakim yang mengambil keputusan.
Keputusan luar biasa
Penasihat Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Fatahillah Akbar pun mengaku terkejut dengan keputusan tersebut. Pasalnya, dalam persidangan, Jaksa Agung (JPU) banyak mengemukakan bukti-bukti yang seharusnya memperjelas persoalan tersebut.
Ia mengatakan, hasil visum menunjukkan adanya luka di bagian dada korban sehingga menimbulkan kelainan. Selain itu, pengacara juga menunjukkan bukti ban mobil Ronald menabrak Dini.
Anehnya, kata Fatahillah, hakim menyimpulkan Dini meninggal karena komplikasi medis akibat alkohol. “Hakim hanya melakukan otopsi sebagian dan tidak melihat adanya luka akibat hal yang salah. Mengejutkan, bagaimana hal itu tidak bisa dibuktikan,” kata Fatahillah kepada CNNIndonesia.com, Jumat (26/7). Fatahillah menilai Ronald setidaknya bisa dituduh melakukan penyerangan, jika mengacu pada seluruh hasil otopsi luka di tubuh Dini.
Menurut dia, temuan autopsi setidaknya menunjukkan penganiayaan yang dilakukan Ronald terhadap Dini terpenuhi. Namun Pengadilan Negeri Surabaya membebaskan Ronald dalam kasus ini.
“Ini harus dibarengi dengan pemeriksaan dan tuntutan lebih lanjut. Paling tidak mereka dianiaya sampai mati karena ada bukti pemukulan dan lain-lain. Dia berkata, “Aneh kalau kamu bebas dan menerima begitu saja.” Fatahillah mengatakan, pengacara sudah berusaha semaksimal mungkin. Hal itu terlihat dari dakwaan yang dijeratnya, yakni beberapa pasal dan hukuman 12 tahun penjara. Ronald disangkakan melanggar Pasal 338 KUHP atau Pasal 351 ayat (3) KUHP atau Pasal 359 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Oleh karena itu, Fatahillah pun mendukung pengacara tersebut dalam upaya banding atas putusan PN Surabaya. Ia mendukung KY memeriksa hakim atas keputusan aneh tersebut.
“Saya pikir penting untuk menanyakan [hakim yang memutus] pertanyaan itu karena ini kasus sederhana dan bisa dijelaskan. Fatahillah mengatakan, kasasi akan mengubah keputusan.
Intervensi dicurigai
Abdul Fickar Hadjar, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, juga melihat keputusan Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur. Pasalnya, Abdul menilai hakim yang mengambil keputusan bias. Dia mengatakan, banyak fakta yang tidak dipertimbangkan. “Hakim tidak memperhitungkan hasil otopsi yang menunjukkan bahwa penyebab kematian adalah karena kecelakaan, sedangkan hakim mengatakan bahwa penyebab kematian adalah alkohol. Demikian pula ada bukti bahwa dialah korban. Mobil terdakwa,” Abdoul dikatakan. Dan dia menambahkan berbagai penilaian yang tidak dipertimbangkan.
Abdul mengatakan KY harus merawat hakim. Termasuk soal apakah ada pengaruh intervensi pihak luar terhadap keputusan pembebasan Ronald.
Jika ada bukti adanya pengaruh intervensi, Abdul mengimbau hakim harus disiplin ketat. \”Entah ada pengaruh intervensi apa terhadap majelis hakim ini. Yang pasti KY wajib turun tangan untuk memeriksa hakim dan diberikan sanksi, yang jika terbukti menerima sesuatu sebaiknya dihukum pemecatan dan dituntut pidana jika perbuatannya memenuhi unsur pidana,\” ujar Abdul.